KOMPAS/PRIYOMBODO Seorang aktivis Papua dalam sebuah unjuk rasa di Jakarta mengecat dahinya dengan bendera Bintang Kejora, simbol Organisasi Papua Merdeka.
TERKAIT:
Ini jelas-jelas bohong besar yang dilakukan oleh seorang pejabat setingkat Menteri dalam jajaran Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II di bawah pimpinan seorang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
-- Yan Christian Warinussy
"Ini jelas-jelas bohong besar yang dilakukan oleh seorang pejabat setingkat Menteri dalam jajaran Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II di bawah pimpinan seorang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono," ucap Yan Christian Warinussy, Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari Papua Barat, Kamis (22/12/11).
LP3BH merupakan lembaga nonpemerintah yang memfokuskan dirinya pada pekerjaan pelayanan hukum, penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia bagi semua rakyat di Tanah Papua. Yan menanggapi berbagai berita yang melansir pernyataan Djoko Suyanto itu. Salah satunya pada laman http://m.tribunnews.com/2011/12/12/menkopolhukam-bantah-ada-tapol-di-papua.
Yan mengatakan hingga saat ini jelas-jelas masih ada tahanan politik di Papua, yang terkini adalah enam orang yang ditangkap pasca penyerangan aparat keamanan gabungan Polri dan TNI terhadap peserta Kongres Rakyat Papua [KRP] III tanggal 19 November 2011 lalu di Jayapura.
"Mereka saat ini menjadi tahanan Kejaksaan Tinggi Papua dan dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan Abepura-Jayapura, yaitu : Forkorus Yaboisembut, Edison Waromi, Dominikus Sorabut, Selpius Bobii, Kraar. Kelimanya dituduhkan melakukan tindakan makar karena mendirikan negara di dalam negara dengan ancaman hukuman dalam pasal 106 KUHP. Sedangkan satu orang lain yaitu Gad Wenda dituduh dengan Undang Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang Kepemilikan senjata tajam/api secara illegal," papar Yan Warinussy.
Lebih lanjut, ia menyebutkan Melki Bleskadit (Sekretaris Jenderal Dewan Melanesia Barat) ditangkap pasca pembentangan bendera Bintang 14 [Fourteen Star] pada acara peringatan HUT Proklamasi ke-22 Republik Melanesia Barat 14 Desember 2010. Hingga kini, Melki masih berstatus terbanding perkara pidana Makar di Pengadilan Tinggi Papua atas permohonan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Manokwari. Selain itu, ada Daniel Yenu yang dipidana sebagai pelaku tindak pidana makar bersama Bleskadit dan telah bebas setelah menjalani masa tahanannya.
Walaupun saat ini Bleskadit tengah berada di luar tahanan karena bebas demi hukum akibat masa penahanannya berakhir. Namun jika Pengadilan Tinggi Papua memvonisnya lebih tinggi dari Pengadilan Negeri Manokwari yang telah memvonisnya dua tahun, maka Bleskadit akan diperintahkan masuk tahanan sebagai narapidana politik.
Demikian halnya juga dengan Filep Karma yang hingga kini masih mendekam di penjara sebagai narapidana politik karena kebebasan menyampaikan pendapat yang dituduh makar oleh Negara serta lima orang mahasiswa di Manokwari yang pernah ditangkap, ditahan, dianiaya dan diproses secara paksa dan melawan hukum oleh aparat Polres Manokwari kemudian diajukan ke Pengadilan dengan tuduhan melakukan tindak pidana Makar bersama Bleskadit.
Empat orang di antaranya Alex Duwiri, John Wilson Wader, Penehas Serongon dan Yance Sekeyab diputus bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Manokwari. Sedangkan seorang lainnya yaitu John Raweyai diputus bersalah dan dihukum pidana penjara 1 tahun 8 bulan dan sudah selesai menjalani masa pidananya dan bebas pula.
Akan tetapi Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Manokwari telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung di Jakarta, dan jika putusan MA berbeda juga, maka mereka semua akan kembali mendekam di penjara dengan status narapidana politik pula.
"Itu artinya apa yang dikatakan Pak Djoko Suyanto sangat tidak benar dan tidak berdasar hukum sama sekali bahkan memalukan dan menurunkan citra Indonesia yang sedang berusaha memperbaiki posisinya di kalangan internasional sebagai negara demokrasi yang mulai memperbaiki kondisi HAM di negara ini," cetusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar