Oleh : Turius wenda, ST.
Status Otsus dan Kondisi Rill
Di Papua berlaku UU otonomi No. 21 tahun 2001 (Otsus) sebagai solusi atas gejolak politik dan kompromi politik oleh pemerintah pusat kepada rakyat papua atas tuntutan Merdeka (alias lepas dari NKRI) dengan masa kontrak 25 tahun dari tahun 2001, dan telah berjalan kurang lebih 10 tahun, namun tidak membawa perubahan yang berarti bagi rakyat papua walapun di berikan dana begitu besar 30 triliun pertahun dari Provinsi lain di indonesia.
Konsistensi pemerintah atas pelaksanaan Otsus perlu dipertanyakan, dan eksitensi Otsus juga diragukan, kondisi rill memang jauh dari harapan, banyak kelalaian dan inkonstitusi dalam penerapan, contoh nyata seperti pemekaran Provinsi irian jaya barat (papua barat) sangat bertentangan dengan UU no. 21 tahun 2001, Pemekaran kabupaten meraja lelah, MRP terbentuk setelah lima tahun berjalan, di dua bulan terakhir Majelis Rakyat Papua (MRP) menjadi 2 yaitu MRP dan MRPB, korupsi sangat meraja-lelah, dan banyak melahirkan raja-raja kecil di papua atas Uang otsus papua, yang seharusnya peruntukan bagi orang papua, dominasi segala sector, diskrimasi dan pelangaran Ham terus berlanjut dan tidak ada satu kasus pun terselesaikan.Status Otsus dan Kondisi Rill
Di Papua berlaku UU otonomi No. 21 tahun 2001 (Otsus) sebagai solusi atas gejolak politik dan kompromi politik oleh pemerintah pusat kepada rakyat papua atas tuntutan Merdeka (alias lepas dari NKRI) dengan masa kontrak 25 tahun dari tahun 2001, dan telah berjalan kurang lebih 10 tahun, namun tidak membawa perubahan yang berarti bagi rakyat papua walapun di berikan dana begitu besar 30 triliun pertahun dari Provinsi lain di indonesia.
Merilis historis West papua
Indonesia memprokolamirkan Negara pada tanggal 17 Agustu 1945 atas penjajah belanda oleh proklamator jenderal Sukarno, sedangkan di papua baru menjadi bagian dari Indonesia di tahun 1969 setelah Indonesia merdeka 13 tahun dari 1945, sedangkan secara administrasi papua di serahkan tanggal 1 mei 1963 oleh Otoritas Executive Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNTEA) atas desakan amerika karena penyebaran komunisme di Asia Tenggara, Amerika Serikat harus menekan Belanda dalam Perjanjian New York. Akhirnya, Belanda transfer Papua Barat ke Indonesia, setelah lima tahun oleh Otoritas pengawasan Nation Temporary Executive Serikat (Rutherford 2009). Referendum atau PEPERA 1969 telah dilaksanakan di Papua sesuai dengan sistem tradisi jawa (Musyawarah), padahal dalam perjanjian new York 15 agustus 1962 sangat jelas bahwa harus dilakukan dengan cara one man one vote, namun tidak terjadi dan diabaikan perjanjian ini oleh pemerintah otoriter Indonesia dengan alasan orang Papua sangat primitif, namun dua tahun kemudian orang-orang Papua dianggap cukup maju untuk berpartisipasi dalam pemilu di Indonesia pada tahun 1971. (Webster 2002).
Hasil Pepera ini menjadi kontroversi di tingkat lembaga dunia seperti, Institut Internasional untuk Penentuan Nasib Sendiri (IISD), LSM dan pelaku sejarah orang papua (Rutherford). Bahkan Dr. Fernando Ortiz Sanz, utusan khusus PBB untuk mengawasi pepera telah melaporkan pada sidang Umum PBB bahwa, Mayoritas Orang Papua menunjukan berkeinginan untuk berpisah dengan Indonesia dan mendukung pikiran mendirikan Negara papua barat (UN dok.Annex I.A/7723, Paragraph 243,P47) (S.yoman 2011).
Gejolak politik dan Kasus kekerasan bulan agutus 2011
Dibulan Agustus 2011 berita Papua telah menjadi berita konsumsi public media cetak, elektronik baik di nasional bahkan internasional serta semua petinggi Negara berargumentasi atas kasus dan gejolak terjadi di papua dan papua barat yang bertepatan dengan KTT di London yang di gagas oleh ILWP.
Di saat yang sama banyak kasus kekerasan yang menimpa rakyat papua baik di sipil maupun TNI/Polri. Yaitu 15 warga sipil, 9 anggota pasukan keamanan menjadi korban insiden penembakan, dan 22 warga sipil di puncak jaya, 4 warga di nafri dan banyak kasus di sebelumnya, Rilis okezone, OPM Bakar Bendera Merah Putih di PuncakJaya.
Namun semua kekerasan dan kasus di papua tidak ada Pelaku yang terungkap terkesan jalan ditempat tapi banyak berangapan bahwa para aparat yang bertanggung jawab atas semua kasus, juga di baling semua rekayasa dan di alamatkan pada BIN/Kopassus dll seperti di lansir media OPM menyataka Tidak bertanggung jawab
2 Agustus 2011 rakyat Papua turun jalan dan menuntut Referendum di Papua, aksi demontrasi danmai terjadi serentak di seluruh kabupaten/kota di papua dan papua barat yang di motori oleh Buchtar Tabuni (Tapol) dalam organisai Komite nasional Papua barat (KNPB). Yang bertepatan dengan agenda KTT ILWP yang telah melolokan 3 resolusi seperti di laporkan radioNenderlan dan salah satunya rakyat papua punya hak untuk menentuka nasib sendiri.Dan juga Seperti yang di laporkan media the new York times
Beragam argumentasi muncul atas semua kasus ini, seperti Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro Ungkapkan Kemungkinan Keterlibatan Asing dalam Separatisme Papua
Dan jakartapun di minta Ajukan Nota Protes ke Inggris Soal Papua, Jakarta memang tidak mau Papua lepas dari NKRI dan di anggap sudah sah dan harga mati bagi NKRI, ini di lihat dari Jakarta dengan tegas menolak Ide Referendum tabloidjubi dan tolak intervensi asing dalam urusan dalam negeri dan tegas menolak seperti stecmen Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, otonomi khusus adalah formula terbaik untuk menjawab berbagai persoalan di Papua. Masyarakat Papua baik yang asli maupun pendatang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan RI news.okezone.com, tapi Indonesia punya pengalaman buruk atas kemerdekaan timor-timur (timor leste) dengan cara referendum,
Otsus belum berjalan baik wacana Pemekaran Provinsi Papua tengah telah muncul dan sedang di setujuli oleh pemerintah pusat yang katanya sebagai solusi atas tuntutan rakyat papua jpnn
AM Faehir dari Kementerian Luar Negeri dalam seminar sehari bertajuk Penguatan Pelaksanaan Otonomi Khusus dan Konsolidasi Pembangunan Papua Kedepan mengatakan bahwa Tidak ada satu negara pun di dunia yang mempermasalahkan integrasi Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seperti regional.kompas.com
Namun Ada satu hal yang harus di ingat pemerintah jakrata bahwa Keberhasilan pembangunan dan protecsi masyarakat asli papua dalam era otsus akan menjadi nilai tawar dan harga jual bagi pemerintah Jakarta kepada tekanan komunitas internasional.
Coba kita lihat dari semua kasus dan kekerasan di papua tidak ada ujung penyelasaiannya, semua tidak tahu siapa actor dan pelakunya, sampai hari ini memang misteri dan rahasia. Orang berangapan bahwa para penegak hokum segaja di biarkan atau di lingdunggi pelaku kejahatan. Jika aparat dan pemerintah (Negara) tidak melindunggi rakyatnya maka pertanyaannya, Siapa? yang harus bertanggung jawab atas semua kasus kekerasan di papua dan papua barat.
Para pelaku pelangar ham pun di berikan Hukuman yang ringan
Dalam institusi Negara telah mengatur bahwa Negara berkewajiban melingdinggi rakyatnya dalam penyelegaraan suatu Negara.
Dalam dunia Politic tidak ada Harga Mati
Ketika Otsus tidak berjalan dan tidak konsisten maka saya jakin tidak ada harga mati dalam dinamika politis di suatau bangsa, pasti akan terjadi tawaran opsi atau perundingan dalam hal ini papua bias saja terjadi referendum, jika terjadi referendum maka papua kemungkina besar bias terjadi seperti timor leste dan berdiri sebagai satu Negara merdeka yang berdaulat.
Kita simak dan belum lupa dari kasus pemisahan seperti di Sudan di wilayah Afrika, Kosovo di Eropa Timur, dan Tibet di kawasan Asia. Di Asia, perjuangan untuk penentuan nasib sendiri di wilayah Papua Indonesia adalah kasus nyata dan tunggu bom waktu.
Dari analisa ini semua kasus kekerasan, pelaksanaan otsus yang tidak maksimal dan inkontitusional, diskrimnasi dan pembunuhan pembantaian dimana-mana, penembakan antara aparat VS OPM tidak kunjung selesai, tuntutan referendum atau pemisahan diri dari NKRI telah memunjak dan banyak kasus lainya ini terjadi semua atas ulah kesalahan pemerintah pusat sehingga dari akhir penulisan ini saya katakana Pemerinatah Harus Bertanggung jawab atas semua kasus di papua dan papua Barat. *
Penulis adalah Staf Litbag Sinode Badan Pelayan Pusat - Persekutuan Gereja – Gereja Baptis Papua (PGBP), Ketua Forum Gerakan Pemuda Baptis Papua (BPP-FGPBP).
Sumber berita-: Bintangpapua.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar